Kalau kalian melewati Melawai, daerah dekat Blok M, kalian pasti akan menemukan yang namanya "Polisi Goceng". Ya, begitulah julukan yang kuberikan kepada oknum polisi yang kerjaannya kalau malam hari begini nongkrong pake motornya di sekitar jalan Melawai terus mungutin uang lima ribu rupiah dari bis angkutan yang nakal.
***
Seperti biasa, hari ini aku pulang kerja transit di terminal Blok M, lalu melanjutkan naik metromini 69. Seperti biasa pula, kemacetan adalah hal yang tidak bisa dihindarkan di Jakarta ini, sudah semacam keharusan. Bagai sayur tanpa garam, Jakarta pun tidak akan lengkap tanpa yang namanya macet.
Baru keluar terminal, titik kemacetan pertama yang ditemui adalah di area Melawai. Dulu, kondisinya tidak seperti ini, tapi sekarang parah banget macetnya, bisa setengah jam mandek di daerah itu kalau nurutin antrean bis yang berjejer jalan satu per satu.
Kemacetan ini terjadi setelah rampungnya pembangunan mall Blok M dengan akses masuk dari jalan Melawai. Bodohnya, pemerintah ngga aware banget terhadap tata kelola pembangunan mall ini. Bayangin aja, pintu masuk dan keluar dibuat dari arah Melawai, tapi lebar jalan Melawai ngga diperluas. Namanya juga mall, pasti pengunjungnya banyak. Bis-bis angkutan umum macam metromini dan kopaja yang melintasi jalan tersebut otomatis mencari penumpang di daerah itu dengan cara nge-tem. Alhasil, jalan yang hanya muat satu baris mobil/bis itu akhirnya dipenuhi pemandangan bis-bis yang berjejer ke belakang dan bunyi klakson di mana-mana.
Metromini 69 yang kunaiki ini sudah penuh penumpang, ia tidak perlu mencari penumpang lagi. Namun, di depan bis ini ada metromini 610, 74, dan lain-lain yang masih sepi penumpang. Ada 5 bis di depan kami. Sebagian sengaja mencari penumpang, sebagian menjadi korban kemacetan seperti kami. Sekitar 10 menit, kami berada di jalan Melawai, menunggu giliran lewat. Tak tahan dengan kemacetan, akhirnya si supir metromini ini mengambil lajur kanan (arus berlawanan). Gile bener dah si pak supir. Menantang bahaya karena tidak sabar ingin segera langsung mengantar penumpangnya (hehhe lebay..). “Abis kalau ngga nakal begini kapan nyampenya., bisa sejam di sini doang” gerutu si sopir. Bener juga sih, metromini 610 yang berada paling depan di barisan terlihat asik-asik aja ngetem, ngga sadar apa yah ada banyak bis di belakangnya. Huhh.. di klaksonin juga percuma, bikin berisik aja. Bukannya protes, penumpang di metromini ini hanya diam atau bahkan malah senang dengan kelakuan nakal pak supir, termasuk aku juga sih, yang penting bisa nyampe lebih cepat.
Berhasil melewati rintangan arus berlawanan, kini metromini kami berada paling depan di barisan. Cihuyy.. let go bang… qt pulang. Eitt.. tunggu, tiba-tiba bis berhenti. Rupanya si sopir lagi ngomong sama seorang polisi yang sedang berada di motornya. Tak banyak pak spoir berkata-kata, kulihat ia langsung menjulurkan tangannya yang menggenggam sesuatu ke arah polisi itu. Pak polisi langsung dengan sigap meraih tangan si sopir dan mengambil apa yang berada di genggaman sopir.
“Ngasih berapa bang tadi?” tanya si kenek. “Biasa, goceng. Ngga kenapa-napa keluar goceng. Mending keluar segitu daripada lama di sini” jawab si sopir.
Dengan mudahnya polisi yang masih berseragam itu menerima sogokan pak sopir dan angka sogokannya pun goceng atau lima ribu rupiah. MashaAllah.. terlalu deh. Kalau dilihat angka uang itu memang tidak besar, tapi perilaku nakal yang dilakukan sopir metromini kami bukanlah satu-satunya. Pasti ada saja yang berpikiran sama dengan sopir kami, dengan sengaja menyelak jalan lalu mengikhlaskan uang lima ribu ke polisi itu. Kalau saja ada sepuluh bis, maka uang yang didapat adalah 50.000 dalam satu malam (hanya beberapa jam). Panen diut si polisi, ngga ngapa-ngapain, cuma nongkrong doang langsung dapat duit segitu. Anehnya lagi, pak polisi tidak tampak mengatur jalanan atau memaksa bis yang nge-tem agar bisa jalan segera supaya tidak menghambat yang sebelumnya, dia malah asik memungut uang denda “illegal”.
Beginilah negaraku, praktik korupsi begitu dekat dengan kehidupan masyakaratnya setiap hari. Kalau begini, kapan Indonesiaku akan bangkit maju? Hadeeehhh….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar