Sore itu semua terasa berat bagiku. Beban di pundak semakin memberatkan langkah kaki dan dada terasa sesak. Aku termangu di depan teras rumah. Pikiranku melayang ke segala arah, berusaha menemukan cara yang mungkin masih bisa kulakukan. Tak terasa air mata dari mata kananku menetes. Seraya mengeluh aku bertanya dalam hati, "Kenapa aku bukan terlahir sebagai laki-laki?"
"Ya, kenapa aku bukan seorang laki-laki? bukankah semua akan menjadi mudah bagiku jika aku adalah seorang laki-laki?"
Menjadi seorang anak pertama di keluarga sekaligus menjadi tulang punggung adalah hal berat bagi seorang perempuan. Perempuan punya banyak keterbatasan, sedangkan laki-laki punya peluang untuk melakukan lebih. Contohnya saja saat aku meminta izin ibu agar bekerja di luar negeri. Tentu saja, ibu sulit memberiku izin karena aku ini perempuan. Atau, di saat kondisi sangat kritis, aku harus bisa mengambil keputusan yang tepat sambil menahan emosi, menyembunyikan kebimbangan dari orang sekitar. Hal ini merupakan beban psikologis yang sulit dilakukan seseorang, terutama oleh perempuan.
Astagfirullah.. bagaimana kalimat pertanyaan yang mengandung kufur nikmat itu bisa terbesit dalam hati.
Allah memberiku cobaan tapi juga memberiku banyak kemudahan, jadi untuk apa aku harus meng-kufuri nikmatnya. Aku memang terlahir sebagai perempuan, tapi bukankah sejak kecil masalah-masalah yang kuhadapi telah membuatku berpikir lebih dewasa, lebih cepat dari kebanyakan anak di usiaku. Bukankah mentalku lebih kuat dan lebih percaya diri. Selain itu, Allah mengaruniakan aku berada di sekitar orang-orang luar biasa, yang membuatku bertahan dan selalu siap membantuku. Mereka adalah ibuku dan sahabat-sahabat terbaikku. Allah Mahaadil, selalu memberi pertolongan, jadi jangan bersedih.
Bismillah.. Aku pasti bisa! aku pasti bisa melalui semua ini. ya Allah, hamba mohon kelapangan bagi setiap perjalanan hamba agar bisa melalui semua masalah ini dengan tetap mengharap keridoan-Mu. Amiin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar