Senin, 31 Oktober 2011

Bu, aku mau manjat, boleh ngga?

Setiap anak pasti suka memanjat. Arena bermain anak pasti dilengkapi dengan sarana untuk memanjat. Ketika sarana memanjat tidak ada, anak pasti akan memanjat apa saja yang dapat digunakannya untuk memanjat. Pohon mangga di depan rumah, pintu gerbang, atau pun teralis jendela rumah tak luput menjadi sarana anak untuk memanjat.

Memanjat adalah kegiatan yang menyenangkan bagi mereka, tapi tidak bagi orang tua yang merasa khawatir anaknya jatuh. Jika kita khawatir dengan keselamatannya, maka otomatis kita berteriak saat melihatnya memanjat. Kemudian dengan serta merta kita membuat peraturan "Tidak boleh memanjat". Namun, apakah aturan itu berhasil melindungi anak dan membuatnya berhenti memanjat? Jawabannya, belum tentu. Ketika kita tidak ada, ia bisa saja melakukannya lagi.

Jadi, apa yang harus kita lakukan?

Barang kali lebih efektif jika kita mengajarkan anak cara memanjat yang aman. Tuntun agar anak bisa menggunakan tangannya terlebih dahulu untuk mencari tumpuan yang kuat dan kaki mencari pijakan yang kuat. Jika naik, kaki ke pijakan di atasnya terlebih dahulu baru disusul mengangkat badan. Jika turun, tanganlah yang bergerak mencari pegangan di bawahnya lalu disusul kaki turun ke bawah mencari pijakan di bawahnya. Pastikan posisi tangan dan kaki aman dari bahaya terpeleset. Sambil memberi aba-aba, kita awasi anak ketika mempaktikannya. Setelah anak berhasil  mencoba 3 sampai 5 kali, kita awasi saja dari jarak yang cukup. Dengan begitu, anak akan menikmati permainan dan lebih terampil, sedangkan orang tua dapat merasa aman tanpa harus membatasi kreativitasnya.

Kasus memanjat hanyalah satu dari sekian banyak hal yang disukai anak-anak, tetapi sering dibatasi orang tua. Kasih sayang dan perhatian bukan untuk membatasi mereka. Sebagai orang tua seharusnya kita lebih bijak dalam menerapkan aturan dan larangan. Kita semua pasti mengharapkan memiliki anak yang berani, cerdas, dan kreatif. Namun, bagaimana bisa kita mewujudkannya jika kita banyak membatasi ruangnya dalam mengasah keterampilan motorik dan sosialnya.

Contoh yang lain adalah kegiatan makan dan menggambar. Sedini mungkin, di saat anak mulai bisa menggunakan tangannya untuk makan, kita biarkan anak makan sendiri jangan terus disuapi. Hal ini bisa melatih kemandiriannya. Sayangnya, para ibu sering tidak sabar dan malas untuk membersihkan sisa-sisa makanan yang terjatuh atau mengganti baju anak yang penuh noda makanan. Kalau begitu, kita hanya perlu meletakkan alas koran atau perlak di bawah tempat si anak makan dan memakaikan baju rumah yang siap kotor. Begitu pun saat si anak menggambar sendiri. Kita memfasilitasi anak untuk berkembang dan mandiri sedini mungkin agar pribadinya tidak menjadi anak yang ketergantungan (manja) dengan orang tua.

Bila ingin anak kreatif, orang tua juga harus kreatif!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar