Setiap anak pasti suka memanjat. Arena bermain anak pasti dilengkapi
dengan sarana untuk memanjat. Ketika sarana memanjat tidak ada, anak
pasti akan memanjat apa saja yang dapat digunakannya untuk memanjat.
Pohon mangga di depan rumah, pintu gerbang, atau pun teralis jendela rumah tak
luput menjadi sarana anak untuk memanjat.
Memanjat adalah kegiatan yang menyenangkan bagi mereka, tapi tidak bagi
orang tua yang merasa khawatir anaknya jatuh. Jika kita khawatir dengan
keselamatannya, maka otomatis kita berteriak saat melihatnya memanjat.
Kemudian dengan serta merta kita membuat peraturan "Tidak boleh
memanjat". Namun, apakah aturan itu berhasil melindungi anak dan
membuatnya berhenti memanjat? Jawabannya, belum tentu. Ketika kita tidak
ada, ia bisa saja melakukannya lagi.
Jadi, apa yang harus kita lakukan?
Barang kali lebih efektif jika kita mengajarkan anak cara memanjat yang
aman. Tuntun agar anak bisa menggunakan tangannya terlebih dahulu untuk
mencari tumpuan yang kuat dan kaki mencari pijakan yang kuat. Jika naik,
kaki ke pijakan di atasnya terlebih dahulu baru disusul mengangkat
badan. Jika turun, tanganlah yang bergerak mencari pegangan di bawahnya
lalu disusul kaki turun ke bawah mencari pijakan di bawahnya. Pastikan
posisi tangan dan kaki aman dari bahaya terpeleset. Sambil memberi
aba-aba, kita awasi anak ketika mempaktikannya. Setelah anak berhasil
mencoba 3 sampai 5 kali, kita awasi saja dari jarak yang cukup. Dengan
begitu, anak akan menikmati permainan dan lebih terampil, sedangkan
orang tua dapat merasa aman tanpa harus membatasi kreativitasnya.
Kasus memanjat hanyalah satu dari sekian banyak hal yang disukai
anak-anak, tetapi sering dibatasi orang tua. Kasih sayang dan perhatian
bukan untuk membatasi mereka. Sebagai orang tua seharusnya kita lebih
bijak dalam menerapkan aturan dan larangan. Kita semua pasti
mengharapkan memiliki anak yang berani, cerdas, dan kreatif. Namun,
bagaimana bisa kita mewujudkannya jika kita banyak membatasi ruangnya
dalam mengasah keterampilan motorik dan sosialnya.
Contoh yang lain adalah kegiatan makan dan menggambar. Sedini mungkin,
di saat anak mulai bisa menggunakan tangannya untuk makan, kita biarkan
anak makan sendiri jangan terus disuapi. Hal ini bisa melatih
kemandiriannya. Sayangnya, para ibu sering tidak sabar dan malas untuk
membersihkan sisa-sisa makanan yang terjatuh atau mengganti baju anak
yang penuh noda makanan. Kalau begitu, kita hanya perlu meletakkan alas
koran atau perlak di bawah tempat si anak makan dan memakaikan baju
rumah yang siap kotor. Begitu pun saat si anak menggambar sendiri. Kita
memfasilitasi anak untuk berkembang dan mandiri sedini mungkin agar
pribadinya tidak menjadi anak yang ketergantungan (manja) dengan orang
tua.
Bila ingin anak kreatif, orang tua juga harus kreatif!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar